Mundur, mundur dan terus mundur. Waktu nya terus mundur. Tertahan dan selalu mundur. Tapi di suatu malam tak berhiaskan rembulan, udara dingin menyerang hatiku. Mata ku tertuju ke dalam foto yang menipu semua orang yang melihat. Di dalam foto itu, aku, kedua orangtuaku, dan kedua kakaku, terlihat sempurna tapi tetap saja tak bisa berkelit bahwa ada sesuatu yang sangat mencoreng. Bukan tinta atau apapun, tapi sebuah masalah yang sangat besar. Memandangi nya hingga air yang membendung keluar mengalir hingga berhulu ke hati. Maaf kan aku yang selalu bersembunyi di dalam topeng. Berdusta tiada akhir. Memancing segala keresahan dan kekhawatiran. Tapi sungguh semua itu bukan mau ku. Aku tak menginginkannya. Diriku seperti kupu-kupu yang terbang dan terus terbang menjauhi tempat dimana ia dilahirkan dan mencari sesuatu yang menurut nya manis seperti madu bunga. Melihat sekitar yang selalu bertindak tanpa otak. Begitu banyak pecahan yang berhamburan dan tak bisa diutuhkan kembali.
Ceritanya memang seperti ini. Tak bebas atau terkekang dalam kesunyian yang membawa kesendirian, tanpa bahagia yang utuh di depan matanya. Bukan apapun itu. Berubah dan terus merubah menjadi baru di setiap hari nya, tidak dan tidak akan selalu seperti apa yang kita inginkan. Mungkin bahagia suatu saat tapi pasti akan terluka atau melukai. Tuhan tak mendengar segala permintaanku. Dia tidak tuli, tapi dia memilih. Memilihkan ku sebuah keputusan. Tapi ini adalah hidupku. Mengapa dia ikut campur? Apa karena dia Tuhan ku?
Tak tahukah kamu semua dengan keberadaan makhluk seperti ku yang mengharapkan sebuah keajaiban di malam sepi seperti sekarang ini. Terpisah dari kenyataan yang selalu menyakitkan hati. Tentang hidup, cerita, luka, cinta dan sebuah hati yang mulai berantakan. Meski tak berujung tapi mencoba mencari sela di tepi jalan yang mulai membekukan langkah-langkah ku. Aku sendiri dan menyepi di tepi. Menahan sakit yang tak rela untuk dibagi oleh siapapun. Aku lahir untuk apa dan siapa? Pertanyaan yang tak pernah terjawab dalam sekejap. Aku terlelap dan masuk kealam bawah sadarku.
Masa lalu yang telah ku kubur seakan bangkit dan menyeruak kedalam hidupku lagi. Segala yang ku pilih tak berarti lagi. Meneruskan apapun yang kuhentikan dalam sebuah waktu. Tak pernah lagi bersuara dan tak pernah lagi menganggap nya bagian dalam hidupku. Aku salah dan aku disalahkan, tapi berilah kesempatan sedikit untuk memperbaiki nya. walaupun semua itu mustahil. Oranglain, hanyalah hembusan angin yang menerpa raga kosong yang terus berjalan di mimpi gelap ku. Cinta hanyalah biasan dari hati yang membutuhkan sebuah santapan untuk kekuatan, dan aku tak butuh itu.
Pagi terbit membawa jauh mimpiku. Aku terbangun. Mataku terbuka. Aku sangat tidak siap untuk menaggung beban dan membuka lembaran di hari ini. Aku bertopeng lagi dan merubah segala yang ada di dalam otakku. Biarkanlah aku yang merasakan semuanya. Kaki ku kaku, tak pernah ku menipu. Sekali saja terulang dan akan terus terulang. Ingatan ku tak jelas. Aku bukan lah seorang pengingat yang baik. Setengah mati mencoba untuk mengingat, tetap tak bisa. Semua nya telah terjadi. Ya sudahlah. Hati ini tak mampu membohongi sakit nya. tapi topeng ini mampu untuk menutupi luka yang tersirat sangat dalam dan hampir tak berujung.
Bertopeng lagi di sekolah
Dia lebih layak dari aku dan aku tak pantas bila terpaksa. Ku relakan seluruhnya hingga asa ku telah jauh terbawa angin. Aku tak memiliki kuasa apa-apa. Terjalin yang telah menjalin hanya demi perih nya sebuah hati. Terluka dalam dan terus mendalam tapi ini semua sakit yang kubanggakan. Tak perlu di tunjukan cukup di sembunyikan. Meski sulit sepertinya tapi harus. Mudah mengatakan nya dan selalu sulit dilakukan.Bermimpi tentang segalanya yang menjadikan ku abu. Tertiup angin dan menghilang.
“Kenapa kamu terlambat?” Tanya bu Daisy.
“Hm… itu bu mobil angkotnya mogok…” jawabku. Dan dia pun sepertinya menerima alasan ku tanpa pertanyaan nya lagi, aku segera duduk di sudut paling belakang. Apakah ini yang terbaik di dalam hidup ku? Selalu berkedok dan akankah selamanya berkedok. Munafik. Aku hanya tak ingin orang mengetahui apa yang kulakukan, yang ku rasakan dan yang terjadi dalam hidupku saat ini. Hal yang paling ku benci adalah kehilangan dan aku merelakan bertopeng agar aku tak kehilangan apapun yang telah menyatu tidak wajar di dalam ragaku. “Besok jadi ga?” Lily membuyarkan lamunanku.
“Ha..?” jawabku.
“Besok jadi jalan gak?” Aku mengangguk. “Insya ALLAH”. Jawaban yang sangat kilat dari bibir sang pendusta ini. Aku pergi dengan yang lain tanpa memperdulikan orang yang lain bersamaku. Semuanya telah terlewat dan mengecam hati. Memberontak dalam kantuk yang sangat besar dan. “Rossa!!!” aku terbangun dari setengah bawah sadarku. Sebuah dunia mimpi yang selalu kita ketahui.
“Hah.. ada apa bu?” jiwa dan ragaku belum menyatu. Aku mencoba untuk bangkit dan membuka mata ku dengan menyipit.
“Kamu tidur yah?” aku menggeleng. “Lalu..?”
“Lagi berkhayal tentang kedamaian dunia, bu. Seandainya perang dunia kedua tidak pernah terjadi yah bu.” Dia mengangguk, sangat masuk akal walaupun bagiku mengada-ada tapi dipercaya oleh bu Daisy. Pelajaran sejarah memang selalu membosankan. Mengambang di tengah kesendirian di sudut tanpa tawa ataupun tangis. Mencari sebuah tempat yang nyaman dan aman untuk bersembunyi untuk bermimpi. Bel berbunyi. Istirahat yang di nanti telah tiba. Terkadang energy ku habis dimakan waktu yang kelaparan karena kehabisan bahan bakar untuk menjalankan setiap detik-detik kehidupan. Berusaha bangkit dari segala yang menyingkirkan.
Mawar, Iris dan Jasmine datang kekelas ku. Melihat seluruh sudut kelas kecuali aku. “Liat tuh temen lo. Ngapain dia kemari?” Aku tak menjawab. Langkahnya pun perlahan menghilang. “Sa, kamu masih sedih di depak sama orang kayak mereka?”
Minggu, 05 Juli 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar